What??? Saya gk
salah baca nih? Kenapa judulnya How to Lose Money in Investment?
Iya Anda tidak
salah baca judulnya. Sengaja Penulis bikin judul seperti itu, Karena banyak
investor punya mindset ingin cepat kaya dari saham. Penulis punya teman yang sangat
aktif trading di Pasar Saham, sampai-sampai kalau 1 minggu saham yang dia beli
masih “jalan di tempat”, tangannya udah gatel pencel tombol “Sell”. Alasannya, “iya udah seminggu gak jalan,
mending beli saham lain udah jalan tuh”. Kemudian dia melanjutkan “kalo ampe
seminggu gk naik, kapan gw bisa kaya?” Hmm..
Memang Penulis
awalnya juga seperti ini, rasanya gatel kalo pagi kita beli saham eh seharian gk
naik-naik, belum lagi kalau malah turun, rasanya pengen kita “Sell” saat itu
juga. Nah Mindset seperti ini lah yang, secara tidak sadar, membuat kita
sebagai investor saham justru menuju ke jurang kejatuhan. Percayalah, Penulis
pernah melalui nya, dan itu sama sekali TIDAK ENAK.
Oleh Karena itu,
Penulis akan berbagi jurus jitu How To Lose Money in Investment :
1. Selalu Berusaha Menebak Arah Pasar dan Mengikuti
Rumor dalam Mengambil Keputusan
Banyak
investor menguras energi dan waktu untuk memprediksi dan menebak harga saham
untuk minggu depan, esok hari, atau beberapa jam ke depan. Apakah memprediksi
pasar itu salah? Tidak juga. Cuma masalahnya sangat tidak efisien menghabiskan
waktu dan tenaga menebak harga saham. Sering kali kita juga mendengar analis
atau pialang saham mengatakan Target Price saham A adalah Rp 600. Namun, sering
kali prediksi itu justru meleset.
Lalu
apa hubungannya berusaha menebak arah pasar dengan kehilangan uang dalam
investasi? Dengan sering nya anda berusaha menebak arah pasar, anda akan
mencari banyak informasi teknis. Sayangnya, banyak informasi tersebut justru
bersifat RUMOR, yang seringkali justru menyesatkan. Seringkali bandar
mempermainkan harga dengan menciptakan rumor dengan harapan mengangkat harga
saham. Kemudian banyak Investor ritel mengikuti, dan ternyata setelah rumor
tersebut ternyata tidak sesuai kenyataan, saham tersebut kembali turun dan dana
Anda malah nyangkut akibat rumor tersebut.
Penulis
sendiri sekarang ini sudah tidak terlalu memperhatikan informasi teknis kecuali
Corporate Action yang jelas-jelas ada di website resmi www.idx.co.id. Atau jika anda memang ingin
memastikan, bisa menghubungi corporate
secretary dari emiten yang bersangkutan.
2. Keterlibatan Emosi secara Berlebihan
Ketika
Anda membulatkan keputusan untuk melakukan investasi, Anda tidak hanya
melibatkan logika, melainkan juga perasaan Anda. Ada suatu harapan bahwa Anda
akan lebih bahagia jika Anda memiliki lebih banyak uang di kemudian hari. Harapan
itulah yang merupakan keterlibatan emosional Anda.
Jika
Anda pernah merasakan nikmatnya profit
taking, atau ketika market sedang bullish,
pasti Anda akan merasa bahagia. Sebaliknya, Anda akan sedih, kecewa, dan bahkan
frustasi ketika anda harus cut loss atau
market sedang bearish. Padahal kalau
kita perhatikan di layar trading, harga saham hanyalah sejumlah angka
berwarna-warni dan uang adalah angka yang selalu berpindah tangan.
Emosi
berlebihan dalam investasi dan khusus nya trading tidak akan membawa keuntungan
bagi Anda, karena Anda tidak hanya melihat angka namun sudah dihubungkan dengan
kebahagiaan Anda. Percaya atau tidak, salah satu faktor dominan yang
menggerakkan bursa di manapun adalah faktor emosi. Panic buying, panic selling, bias selection in stock picking adalah
hasil dari tindakan yang dilandaskan pada emosi. Tapi saya harus mengingatkan
kepada Anda: Lebih banyak uang tidak selalu membuat Anda bahagia. Maka dari
itu, gunakan logika Anda lebih banyak ketimbang perasaan atau intuisi.
3. Tidak Peduli dengan Fundamental Analysis
Well,
banyak investor hanya melihat Technical Analysis sebagai keputusan membeli
saham. Jika menunjukkan upward, maka recommend BUY; sebaliknya jika menujukkan
downward, maka rekomendasi SELL. Tapi, Anda wajib tahu bahwa pasar saham sangat
fluktuatif dalam short term.
Banyak
investor pasti pernah mengalami kejadian ini: hari ini beli saham A di harga 600,
selama seminggu ke depan turun menjadi 595, 590, dst sampai 580. Berdasarkan analisa
teknikal, sudah jelas : CUT LOSS. Eh minggu depannya ternyata hanya dalam 3 – 4
hari perdagangan, harganya bounce back menjadi 650. Ketinggalan kereta deh. Penulis
juga pada awal berinvestasi sering kali kecolongan dengan pola-pola seperti ini.
Akhirnya karena keseringan Cut Loss, malah jadi berdarah-darah.
Sementara
dalam Value Investing, atau jika kita lebih memperhatikan Fundamental Analysis
sebuah perusahaan. Justru penurunan harga saham (selama fundamental perusahaannya
masih bagus), adalah momen untuk MEMBELI LEBIH BANYAK LAGI. Karena jika
fundamental perusahaannya bagus, maka PASTI saham tersebut akan naik lagi
(kecuali memang fundamental nya tidak lagi sebagus sebelumnya).
4. Transaksi Menggunakan Margin
Fasilitas
margin memang sudah sangat umum digunakan. Bahkan beberapa sekuritas “berbaik
hati” memberikan limit margin yang besar bagi investor yang “rajin”
bertransaksi. Apa sih margin itu? Bagi Anda yang belum paham, contoh apabila
Anda punya yang untuk beli saham Rp 1 Miliar, dengan margin 1:4 kapasitas anda
menjadi Rp 4 Miliar. Wah asyik donk? Eits.. Nanti dulu.. Penulis pernah buntung
gara-gara fasilitas margin.
Dengan
menggunakan fasilitas margin, anda “optimis” bahwa saham yang anda beli yang
menggunakan margin tersebut akan naik, sehingga keuntungan anda menjadi lebih
besar. Namun, bagaimana jika saham yang anda beli dengan margin tadi malah
turun? Betul sekali, kerugian anda akan jadi lebih besar. Resiko terburuk yang
akan anda hadapi adalah margin call,
di mana Anda harus menambah deposit margin, atau saham anda terkena forced sell (jual paksa atau cut loss
paksa). Mengerikan bukan?
Banyak
orang menggunakan margin karena tergiur oleh keuntungan. Contoh di atas tadi,
bila anda mengalami untung 20%, maka dengan fasilitas margin tadi, keuntungan
anda menjadi 20% X 4 = 80% dari total modal awal. Akan tetapi, keadaan sangat
mungkin terbalik. Apabila kita berbicara kerugian dalam margin, maka kerugian
anda juga harus dikali empat!!!
Sekarang
bayangkan seperti ini: Apa yang terjadi bila anda menggunakan margin dan saham
anda turun? Pasti Anda akan berusaha memperkecil loss anda dengan transaksi
LEBIIH BESAR lagi. Kemungkinan besar Anda pernah melakukan hal ini, dan
ujung-ujungnya pasti Anda selalu nyangkut
lebih banyak lagi. Bukan perkara jago atau tidak, tapi emosi Anda sudah
membubarkan tujuan semula anda.
5. Terlalu Asyik Trading
Kebanyakan
investor berkamuflase menjadi seorang trader, di mana ia sangat aktif jual dan
beli saham, bahkan bisa hampir setiap hari. Alasannya yaa itu tadi, supaya
lebih cepat kaya. Namun tahukah anda? Statistik menunjukkan, dalam kurun waktu
10 tahun, investor yang sering melakukan strategi bertahan (hold), ternyata mendapatkan return yang
jauh lebih signifikan, ketimbang trader yang rajin dan rutin melakukan trading.
Lalu
ngapain Anda berusaha sampai ngotot kalau hasilnya sama sekali tidak sepadan?
Logika sederhananya, hukum Pareto berlaku pula di sini. Semakin banyak dan
semakin sering frekuensi trading anda, maka resiko anda akan semakin meningkat,
dan artinya kemungkinan Anda kehilangan uang juga semakin besar.
Salah
satu ajaran Warren Buffett adalah “Don’t hit every incoming ball”. Jangan
memukul tiap lemparan yang datang. Buffett suka untuk melakukan pembelian dan
penjualan sedikit mungkin. Memang tidak mudah, karena godaan untuk taking profit begitu ada untung sedikit
memang besar. Sekarang, Penulis hanya menjual saham hanya JIKA analisa fundamental
atau laporan keuangan terbaru tidak lagi sebagus sebelumnya, atau valuasi nya
sudah overvalued.
Jadi bagaimana? Anda sudah tahu sekarang resep
jitu kehilangan uang dalam berinvestasi. Penulis tentunya berharap Anda tidak
sampai mengalami hal tersebut. Jadi alangkah baiknya jika mulai sekarang, Anda (dan
juga Penulis) lebih bijak dalam berinvestasi.
0 komentar:
Posting Komentar