Jumat, 27 Januari 2017

Perjumpaan dengan Mr Greedy

Di artikel sebelumnya, Penulis sempat menyampaikan bahwa di tahun 2009 – 2012, Penulis mendapatkan keuntungan berkali-kali lipat dari saham. Jujur saja, Penulis hanya mengandalkan insting dan saran dari analis di perusahaan sekuritas (tanpa dianalisa langsung percaya saja), karena Penulis berpikir analis tersebut memang merupakan ahli, jadi yaa percaya saja.

Nah di sini lah malapetaka mulai terjadi. Mr Greedy tiba-tiba saja menjadi teman dekat Penulis. Penulis langsung memasang target yang tinggi, yaitu harus mendapatkan capital gain 30% setiap bulannya!!! (Waktu itu 30% sebulan bukan merupakan hal yang mustahil bahkan sangat mudah didapat di saham). Penulis lantas bertanya kepada Analis, saham apa saja yang bisa NAIK CEPAT? Nah kata-kata NAIK CEPAT ini mulai merasuki pikiran Penulis setiap hari nya. Keluarlah rekomendasi saham sejuta umat : BUMI (Bumi Resources). Langsung tanpa pikir panjang, Penulis menuruti rekomendasi analis tersebut, karena memang waktu itu secara teknikal BUMI sudah koreksi cukup dalam. Hal yang sama juga Penulis lakukan untuk saham-saham Seven Brothers lainnya.

Perlahan tapi pasti, Penulis menuju ke JURANG KEJATUHAN. Penulis ingat memegang BUMI di Average 800 (BUMI pernah di level 8000, sehingga Penulis berharap bisa meraih untung 1000% dari BUMI). Ketika BUMI turun terus ke level 500 an, Penulis tetap bersikeras untuk hold tidak menjual. Kemudian turun lagi ke level 300 an, Penulis tetap bersikeras untuk hold dan tidak menjual. Analyst baru rekomendasi jual ketika BUMI berada di level di bawah 100. DANNNN… dalam sekejap BUMI tiarap di 50 tanpa ada bid. Tak lama kemudian, saham BNBR juga tiarap di bawah 50 tanpa ada bid.

Semua dana Penulis di saham sekejap langsung HABIS. Beberapa saham di emiten lainnya tak mampu menutupi kerugian tersebut. Alhasil, Penulis sempat vakum bermain saham selama 1 tahun lebih di tahun 2012 - 2013. Penulis menjadi SANGAT BENCI dan MUAK melihat hal-hal yang berkaitan dengan saham. Setelah sebelumnya untung berkali-kali lipat, kemudian dijatuhkan ke jurang terdalam (haha bahasanya sedikit lebay). Tapi jujur itulah yang Penulis rasakan ketika itu.

Dalam masa vacuum itu, Penulis kembali mengumpulkan modal sedikit-demi sedikit melalui bekerja di kantor. Namun jujur saja, yang biasanya Penulis rajin menyisihkan sekitar 50% gaji untuk dibelikan saham, kali ini Penulis tidak melakukan hal tersebut. TRAUMA, begitulah kira-kira gambarannya.

Penulis mulai berpikir dan refleksi terhadap diri sendiri, apa yang salah dengan yang Penulis lakukan? Penulis mulai mencari tahu lebih banyak hal tentang saham. Dan sungguh Penulis terkejut dengan kebodohan yang Penulis lakukan selama ini. Apakah itu?

Pertama, Penulis sama sekali TIDAK MEMPERHATIKAN laporan keuangan sebagai bahan pertimbangan membeli saham. Padahal jika kita ingat kembali, saham adalah kepemilikan seseorang terhadap sebuah perusahaan. Dan baik buruknya performance perusahaan tercermin dalam laporan keuangan. Nah di sinilah letak kesalahan Penulis. Penulis terlalu malas membaca laporan keuangan. Penulis hanya mengandalkan Analisa teknikal dengan melihat chart sebagai satu-satunya indikator.

Kedua, Penulis TERLALU PERCAYA dengan analis-analis saham saat itu. Setelah mencari tahu, barulah Penulis memahami mengapa terlalu mempercayai analis saham adalah hal yang bodoh. Saat itu Penulis baru mengetahui bahwa mereka dibayar dari Transaction Fee. Semakin sering investor melakukan transaksi, terlepas dari rugi atau untung, akan semakin besar Fee yang didapatkan. Mungkin ketika saham anda naik beberapa dari Anda sering mendengar analis atau broker anda berkata “jual saja dulu Pak, taking profit dulu”, atau sebaliknya ketika saham anda turun broker anda juga berkata “jual saja dulu Pak, nanti tamping lagi di bawah”. Hmmm…

Ketiga, Penulis TERLALU SERING di depan layar trading, sehingga ketika market bearish (baca: turun), penulis menjadi emosional. Dan ketika emosional, sering kali keputusan yang dilakukan justru salah. Contoh misalkan harga sebuah saham turun, Penulis kemudian cut loss. Besok hari nya, saham nya justru naik lagi, ketika Penulis mau ambil lagi, eh sudah keburu terbang.. Hayoo ngaku pasti banyak dari Anda yang seperti ini juga kaann…

Sekitar 1 tahun lebih Penulis vakum di dunia saham. Penulis sudah berjanji bahwa tidak mau lagi menyentuh yang namanya saham. Namun, dalam hati kecil Penulis masih ada rasa penasaran, kenapa koq bisa saya yang tadinya mendapat profit yang signifikan kemudian jatuh dalam sekejap? Selama periode vakum tersebut, akhirnya saya membaca buku-buku Warren Buffet. Di sini lah Penulis menyadari bahwa semua yang Penulis lakukan berkebalikan dengan yang Warren Buffet lakukan. Apa saja itu? Jawabannya akan Penulis jabarkan di artikel berikut nya…

0 komentar:

Posting Komentar