Selasa, 31 Januari 2017

How to Lose Money in Investment

What??? Saya gk salah baca nih? Kenapa judulnya How to Lose Money in Investment?

Iya Anda tidak salah baca judulnya. Sengaja Penulis bikin judul seperti itu, Karena banyak investor punya mindset ingin cepat kaya dari saham. Penulis punya teman yang sangat aktif trading di Pasar Saham, sampai-sampai kalau 1 minggu saham yang dia beli masih “jalan di tempat”, tangannya udah gatel pencel tombol “Sell”.  Alasannya, “iya udah seminggu gak jalan, mending beli saham lain udah jalan tuh”. Kemudian dia melanjutkan “kalo ampe seminggu gk naik, kapan gw bisa kaya?” Hmm..

Memang Penulis awalnya juga seperti ini, rasanya gatel kalo pagi kita beli saham eh seharian gk naik-naik, belum lagi kalau malah turun, rasanya pengen kita “Sell” saat itu juga. Nah Mindset seperti ini lah yang, secara tidak sadar, membuat kita sebagai investor saham justru menuju ke jurang kejatuhan. Percayalah, Penulis pernah melalui nya, dan itu sama sekali TIDAK ENAK.

Oleh Karena itu, Penulis akan berbagi jurus jitu How To Lose Money in Investment :   

1. Selalu Berusaha Menebak Arah Pasar dan Mengikuti Rumor dalam Mengambil Keputusan
Banyak investor menguras energi dan waktu untuk memprediksi dan menebak harga saham untuk minggu depan, esok hari, atau beberapa jam ke depan. Apakah memprediksi pasar itu salah? Tidak juga. Cuma masalahnya sangat tidak efisien menghabiskan waktu dan tenaga menebak harga saham. Sering kali kita juga mendengar analis atau pialang saham mengatakan Target Price saham A adalah Rp 600. Namun, sering kali prediksi itu justru meleset.

Lalu apa hubungannya berusaha menebak arah pasar dengan kehilangan uang dalam investasi? Dengan sering nya anda berusaha menebak arah pasar, anda akan mencari banyak informasi teknis. Sayangnya, banyak informasi tersebut justru bersifat RUMOR, yang seringkali justru menyesatkan. Seringkali bandar mempermainkan harga dengan menciptakan rumor dengan harapan mengangkat harga saham. Kemudian banyak Investor ritel mengikuti, dan ternyata setelah rumor tersebut ternyata tidak sesuai kenyataan, saham tersebut kembali turun dan dana Anda malah nyangkut akibat rumor tersebut.

Penulis sendiri sekarang ini sudah tidak terlalu memperhatikan informasi teknis kecuali Corporate Action yang jelas-jelas ada di website resmi www.idx.co.id. Atau jika anda memang ingin memastikan, bisa menghubungi corporate secretary dari emiten yang bersangkutan.


2.  Keterlibatan Emosi secara Berlebihan
Ketika Anda membulatkan keputusan untuk melakukan investasi, Anda tidak hanya melibatkan logika, melainkan juga perasaan Anda. Ada suatu harapan bahwa Anda akan lebih bahagia jika Anda memiliki lebih banyak uang di kemudian hari. Harapan itulah yang merupakan keterlibatan emosional Anda.

Jika Anda pernah merasakan nikmatnya profit taking, atau ketika market sedang bullish, pasti Anda akan merasa bahagia. Sebaliknya, Anda akan sedih, kecewa, dan bahkan frustasi ketika anda harus cut loss atau market sedang bearish. Padahal kalau kita perhatikan di layar trading, harga saham hanyalah sejumlah angka berwarna-warni dan uang adalah angka yang selalu berpindah tangan.

Emosi berlebihan dalam investasi dan khusus nya trading tidak akan membawa keuntungan bagi Anda, karena Anda tidak hanya melihat angka namun sudah dihubungkan dengan kebahagiaan Anda. Percaya atau tidak, salah satu faktor dominan yang menggerakkan bursa di manapun adalah faktor emosi. Panic buying, panic selling, bias selection in stock picking adalah hasil dari tindakan yang dilandaskan pada emosi. Tapi saya harus mengingatkan kepada Anda: Lebih banyak uang tidak selalu membuat Anda bahagia. Maka dari itu, gunakan logika Anda lebih banyak ketimbang perasaan atau intuisi.

3.  Tidak Peduli dengan Fundamental Analysis
Well, banyak investor hanya melihat Technical Analysis sebagai keputusan membeli saham. Jika menunjukkan upward, maka recommend BUY; sebaliknya jika menujukkan downward, maka rekomendasi SELL. Tapi, Anda wajib tahu bahwa pasar saham sangat fluktuatif dalam short term.

Banyak investor pasti pernah mengalami kejadian ini: hari ini beli saham A di harga 600, selama seminggu ke depan turun menjadi 595, 590, dst sampai 580. Berdasarkan analisa teknikal, sudah jelas : CUT LOSS. Eh minggu depannya ternyata hanya dalam 3 – 4 hari perdagangan, harganya bounce back menjadi 650. Ketinggalan kereta deh. Penulis juga pada awal berinvestasi sering kali kecolongan dengan pola-pola seperti ini. Akhirnya karena keseringan Cut Loss, malah jadi berdarah-darah.

Sementara dalam Value Investing, atau jika kita lebih memperhatikan Fundamental Analysis sebuah perusahaan. Justru penurunan harga saham (selama fundamental perusahaannya masih bagus), adalah momen untuk MEMBELI LEBIH BANYAK LAGI. Karena jika fundamental perusahaannya bagus, maka PASTI saham tersebut akan naik lagi (kecuali memang fundamental nya tidak lagi sebagus sebelumnya).

4.  Transaksi Menggunakan Margin
Fasilitas margin memang sudah sangat umum digunakan. Bahkan beberapa sekuritas “berbaik hati” memberikan limit margin yang besar bagi investor yang “rajin” bertransaksi. Apa sih margin itu? Bagi Anda yang belum paham, contoh apabila Anda punya yang untuk beli saham Rp 1 Miliar, dengan margin 1:4 kapasitas anda menjadi Rp 4 Miliar. Wah asyik donk? Eits.. Nanti dulu.. Penulis pernah buntung gara-gara fasilitas margin.

Dengan menggunakan fasilitas margin, anda “optimis” bahwa saham yang anda beli yang menggunakan margin tersebut akan naik, sehingga keuntungan anda menjadi lebih besar. Namun, bagaimana jika saham yang anda beli dengan margin tadi malah turun? Betul sekali, kerugian anda akan jadi lebih besar. Resiko terburuk yang akan anda hadapi adalah margin call, di mana Anda harus menambah deposit margin, atau saham anda terkena forced sell (jual paksa atau cut loss paksa). Mengerikan bukan?

Banyak orang menggunakan margin karena tergiur oleh keuntungan. Contoh di atas tadi, bila anda mengalami untung 20%, maka dengan fasilitas margin tadi, keuntungan anda menjadi 20% X 4 = 80% dari total modal awal. Akan tetapi, keadaan sangat mungkin terbalik. Apabila kita berbicara kerugian dalam margin, maka kerugian anda juga harus dikali empat!!!

Sekarang bayangkan seperti ini: Apa yang terjadi bila anda menggunakan margin dan saham anda turun? Pasti Anda akan berusaha memperkecil loss anda dengan transaksi LEBIIH BESAR lagi. Kemungkinan besar Anda pernah melakukan hal ini, dan ujung-ujungnya pasti Anda selalu nyangkut lebih banyak lagi. Bukan perkara jago atau tidak, tapi emosi Anda sudah membubarkan tujuan semula anda.

5.  Terlalu Asyik Trading
Kebanyakan investor berkamuflase menjadi seorang trader, di mana ia sangat aktif jual dan beli saham, bahkan bisa hampir setiap hari. Alasannya yaa itu tadi, supaya lebih cepat kaya. Namun tahukah anda? Statistik menunjukkan, dalam kurun waktu 10 tahun, investor yang sering melakukan strategi bertahan (hold), ternyata mendapatkan return yang jauh lebih signifikan, ketimbang trader yang rajin dan rutin melakukan trading.

Lalu ngapain Anda berusaha sampai ngotot kalau hasilnya sama sekali tidak sepadan? Logika sederhananya, hukum Pareto berlaku pula di sini. Semakin banyak dan semakin sering frekuensi trading anda, maka resiko anda akan semakin meningkat, dan artinya kemungkinan Anda kehilangan uang juga semakin besar.

Salah satu ajaran Warren Buffett adalah “Don’t hit every incoming ball”. Jangan memukul tiap lemparan yang datang. Buffett suka untuk melakukan pembelian dan penjualan sedikit mungkin. Memang tidak mudah, karena godaan untuk taking profit begitu ada untung sedikit memang besar. Sekarang, Penulis hanya menjual saham hanya JIKA analisa fundamental atau laporan keuangan terbaru tidak lagi sebagus sebelumnya, atau valuasi nya sudah overvalued.


Jadi bagaimana? Anda sudah tahu sekarang resep jitu kehilangan uang dalam berinvestasi. Penulis tentunya berharap Anda tidak sampai mengalami hal tersebut. Jadi alangkah baiknya jika mulai sekarang, Anda (dan juga Penulis) lebih bijak dalam berinvestasi. 

Senin, 30 Januari 2017

5 Prinsip Warren Buffett yang Sering Diabaikan Kebanyakan Investor

Dalam artikel sebelumnya, Penulis mengatakan bahwa Warren Buffett memiliki prinsip-prinsip sederhana, yang seringkali Penulis sendiri abaikan pada awal-awal berinvestasi di saham. Sebenarnya ada lebih banyak prinsip Warren Buffet dalam berinvestasi, namun Penulis pilihkan yang relevan dengan kebanyakan investor saat ini :

1. Takutlah Saat Orang Lain Tamak, dan Tamaklah Saat Orang Lain Takut.
Pasar saham selalu dipengaruhi oleh emosi yang sangat kuat akan ketamakan dan ketakutan. Warren Buffett sering memanfaatkan munculnya emosi yang mudah menular ini dengan bertindak berlawanan dengan sentimen yang sedang berkembang. Jika kebanyakan investor tamak, Buffett menjadi “penakut” atau setidaknya sangat konservatif. Sebaliknya, jika kebanyakan investor ketakutan, Buffett menjadi “tamak” atau menjadi lebih agresif.

Pada tahun 1960-an, pasar saham mulai melonjak tinggi di mana harga-harga menjulang dan volume membumbung tinggi. Banyak orang menjadi sangat bergairah di pasar saham dan hal tersebut berperan besar dalam menaikkan harga saham. Seperti balon yang sedang ditiup, banyak orang yang ingin turut memompakan udara panas ke dalamnya. Dalam situasi ini, Buffett tidak akan melakukan investasi, Karena harga saham naik secara irasional dan dihargai berlipat-lipat dari nilai actual fundamental bisnisnya. Pada awal 1970 an, terjadi peristiwa penurunan pasar yang sangat signifikan. Dow Jones menukik tajam hingga menembus poin di bawah 700. Saat itulah, Buffett mulai banyak membeli.

2. Putuskan Sendiri Investasi Anda
Warren Buffett yakin bahwa orang kebanyakan bisa meraih kesuksesan dalam berinvestasi tanpa harus mengandalkan pialang, pakar pasar modal, atau para professional lainnya. Dan Buffett melangkah lebih jauh lagi. Menurutnya, pada umumnya orang-orang yang dianggap pakar ini tidak banyak gunanya. Apa pun klaim mereka atas apa yang bisa mereka lakukan, Anda mampu melakukannya lebih baik untuk diri sendiri.

Penghasilan pialang didasarkan pada banyaknya aktivitas, komisi dihasilkan dari aktivitas pembelian dan penjualan saham. Secara logis, pialang biasanya tidak mendapatkan penghasilan bila klien mereka menahan sahamnya untuk jangka waktu yang lama. Aktivitas itulah yang sering kali menjadi perhatian utama seorang pialang. Pialang dibayar berdasarkan jumlah transaksi yang dilakukan oleh investor, tidak pedulu apakah investasi tersebut merupakan langkah yang bijak atau tidak.

Kebanyakan professional bidang keuangan memang meyakini praktik dan formula yang telah mereka kuasai dengan susah payah dalam waktu yang lama. Banyak professional ini kemudian mengabaikan praktik investasi nilai (value investing). Seperti hal nya Buffett, Anda dapat menghasilkan uang melalui investasi nilai. Ingatlah bahwa tidak seorang pun mempunyai riwayat investasi sebaik Buffett.

3. Jangan Melihat Ticker
Tickers hanya menunjukkan harga. Investasi tidak sekedar mengenai harga. Apakah investor terbesar dunia memiliki ticker (alat yang menampilkan harga saham dan informasi pasar lainnya)? Tidak. Jadi bagaimana Warren Buffett mengamati pergerakan harga saham harian atau per jam? Dia tidak melakukannya. Bagaimana dengan pergerakan bulanan? Dia juga tidak tertarik sama sekali.

Coba bandingkan hal ini dengan kantor broker atau program berita keuangan di TV, yang layarnya terus-menerus menampilkan pergerakan harga, angka, dan decimal. Banyak investor yang mengamati pergerakan harga ini detik demi detik seolah-olah hidup mereka tergantung pada pergerakan itu. Warren Buffett tidak pernah menggubris selisih harga dalam jangka pendek. Jika seseorang memiliki saham dalam bisnis yang hebat, maka jangka pendek bukanlah hal yang penting, dan jangka panjang akan teratasi dengan sendirinya. Satu-satunya pengecualian dalam hal ini adalah jika harga turun secara signifikan, menawarkan Buffett peluang untuk membeli lebih banyak saham pada harga rendah.

Bagi Buffett, ia hanya peduli pada seberapa bagus fundamental bisnis tersebut. Dia berfokus pada nilai bisnis dan prospek masa depan, bukan pada harga saham. Namun bagi kebanyakan investor, yang dipedulikan adalah memeriksa harga dan volume transaksi harian. Itu adalah resep untuk membuat Anda pusing dan stress, bukan resep untuk sukses berinvestasi. Memeriksa harga saham setiap hari dapat menyebabkan perubahan mood yang berlebihan. Peningkatan harga saham menimbulkan euphoria dan optimism, sementara penurunan harga menyebabkan kelesuan dan pesimisme. Pada saat mood yang berubah-ubah ini mulai mempengaruhi keputusan jual beli anda, segala hal yang buruk bisa terjadi.

4. Konsentrasikan Investasi Saham Anda
Kebanyakan pialang saham menyarankan investor untuk melakukan diversifikasi – yaitu memiliki saham dari banyak perusahaan berbeda secara sekaligus, sehingga jika saham tertentu jatuh, tidak akan menghancurkan seluruh portfolio yang anda miliki. Warren Buffet berpendapat lain. Kebijakan Buffett adalah mengkonsentrasikan sahamnya. Sering kali dia hanya memiliki beberapa saham dan menginvestasikan banyak uang dalam saham-saham itu. Jika anda telah menemukan saham yang tepat, mengapa hanya membeli sedikit? Buffett hanya membeli 5 – 10 perusahaan yang bagus dengan harga yang cocok dan beli sebanyak yang kita mampu di setiap perusahaan. Ketika Buffett benar-benar yakin dengan sebuah investasi, dia tidak akan ragu-ragu. Bahkan, dia akan menginvestasikan banyak uang di dalamnya.

Jadi, pada saat para pialang memaksa anda untuk mendiversifikasi investasi anda dan memperingatkan anda bahwa terlalu banyak harta yang dipertaruhkan dalam sedikit saham, ingatlah bahwa Warren Buffett saat ini emiliki kekayaan senilai 44 miliar dollar Karena dia memiliki 474.998 saham. Mengapa tidak menunggu sampai Anda mendapatkan perusahaan yang hebat dengan harga yang pas baru melakukan investasi besar di dalamnya?

5. Bersabarlah
Nah, sepertinya ini yang paling sulit dilakukan kebanyakan investor. Bersabarlah. Warren Buffett berpesan, berpikirlah untuk 10 tahun mendatang dan bukan untuk 10 menit ke depan. Pelaku transaksi harian (atau “swing traders”) suka melemparkan saham mereka setelah beberapa minggu atau bahkan dalam beberapa hari. Buffett mempertahankan saham selama beberapa tahun bahkan sampai beberapa dekade.

Perlu diingat bahwa pasar seringkali benar-benar bermusuhan dengan pihak yang suka keluar-masuk, dan cukup ramah terhadap pihak yang suka membeli dan mempertahankan. Kesabaran diperlukan untuk sukses dalam investasi nilai. Charlie Munger, partner bisnis Buffett selama bertahun-tahun, menyampaikan pandangan Buffett mengenai perlunya kesabaran dengan cara yang lebih langsung ke inti masalah: “Investasi adalah di mana Anda menemukan beberapa perusahaan yang bagus kemudian berdiam diri saja. Terlalu banyak tingkah dalam berinvestasi adalah sebuah kesalahan. Kesabaran adalah bagian dari permainan.”

Berikut latihan mental yang direkomendasikan oleh Buffett. Bayangkan, ketika anda membeli saham, bahwa keesokan harinya pasar ditutup untuk liburan selama lima tahun. Buffett berkata, dia tidak akan berpikir dua kali mengenai perubahan situasi tersebut, Karena dia hampir tidak pernah membeli saham dengan tujuan melemparkan lagi secepat itu. Tentu saja tidak mudah untuk bersabar, tetapi memiliki temperamen yang tepat merupakan komponen yang benar-benar penting dalam melakukan investasi nilai.


Terkejut dengan lima prinsip di atas? Demikian pula dengan Penulis. Lima hal di atas yang Penulis abaikan saat awal berinvestasi, yang menyebabkan Penulis sempat vakum di pasar saham selama satu tahun lebih. Pada awal berinvestasi, Penulis melakukan 5 kesalahan fatal dengan melakukan hal-hal yang berkebalikan dengan prinsip Warren Buffet di atas:
  1. Penulis justru mengikuti arus dan ikut melakukan panic selling ketika pasar turun sehingga cut loss menjadi hal yang sangat normal.
  2. Setiap keputusan jual dan beli didasarkan atas “rekomendasi” pialang saham, sehingga Penulis menjadi sangat aktif bertransaksi di bursa saham
  3. Ketagihan melihat ticker, rasanya ada yang kurang kalau belum melihat ticker. Lama-lama Penulis menjadi lesu dan stress sendiri saat pasar turun karena terlalu sering melihat ticker.
  4. Penulis sempat membeli saham sampai dengan lebih dari 20 saham dari berbagai sektor, yang akhirnya portfolio Penulis malah berantakan.
  5. Tidak sabaran. Penulis memegang satu saham biasanya 1 bulan paling lama. Kalau saham yang dipegang dalam waktu 1 bulan tidak naik-naik, biasanya langsung dibuang.


Catatan:
Penulis benar-benar tidak merekomendasikan Anda untuk melakukan 5 kesalahan yang Penulis lakukan di atas, tapi kalau mau coba supaya terpacu adrenalinnya, yaa silakan J


Jumat, 27 Januari 2017

Perjumpaan dengan Mr Greedy

Di artikel sebelumnya, Penulis sempat menyampaikan bahwa di tahun 2009 – 2012, Penulis mendapatkan keuntungan berkali-kali lipat dari saham. Jujur saja, Penulis hanya mengandalkan insting dan saran dari analis di perusahaan sekuritas (tanpa dianalisa langsung percaya saja), karena Penulis berpikir analis tersebut memang merupakan ahli, jadi yaa percaya saja.

Nah di sini lah malapetaka mulai terjadi. Mr Greedy tiba-tiba saja menjadi teman dekat Penulis. Penulis langsung memasang target yang tinggi, yaitu harus mendapatkan capital gain 30% setiap bulannya!!! (Waktu itu 30% sebulan bukan merupakan hal yang mustahil bahkan sangat mudah didapat di saham). Penulis lantas bertanya kepada Analis, saham apa saja yang bisa NAIK CEPAT? Nah kata-kata NAIK CEPAT ini mulai merasuki pikiran Penulis setiap hari nya. Keluarlah rekomendasi saham sejuta umat : BUMI (Bumi Resources). Langsung tanpa pikir panjang, Penulis menuruti rekomendasi analis tersebut, karena memang waktu itu secara teknikal BUMI sudah koreksi cukup dalam. Hal yang sama juga Penulis lakukan untuk saham-saham Seven Brothers lainnya.

Perlahan tapi pasti, Penulis menuju ke JURANG KEJATUHAN. Penulis ingat memegang BUMI di Average 800 (BUMI pernah di level 8000, sehingga Penulis berharap bisa meraih untung 1000% dari BUMI). Ketika BUMI turun terus ke level 500 an, Penulis tetap bersikeras untuk hold tidak menjual. Kemudian turun lagi ke level 300 an, Penulis tetap bersikeras untuk hold dan tidak menjual. Analyst baru rekomendasi jual ketika BUMI berada di level di bawah 100. DANNNN… dalam sekejap BUMI tiarap di 50 tanpa ada bid. Tak lama kemudian, saham BNBR juga tiarap di bawah 50 tanpa ada bid.

Semua dana Penulis di saham sekejap langsung HABIS. Beberapa saham di emiten lainnya tak mampu menutupi kerugian tersebut. Alhasil, Penulis sempat vakum bermain saham selama 1 tahun lebih di tahun 2012 - 2013. Penulis menjadi SANGAT BENCI dan MUAK melihat hal-hal yang berkaitan dengan saham. Setelah sebelumnya untung berkali-kali lipat, kemudian dijatuhkan ke jurang terdalam (haha bahasanya sedikit lebay). Tapi jujur itulah yang Penulis rasakan ketika itu.

Dalam masa vacuum itu, Penulis kembali mengumpulkan modal sedikit-demi sedikit melalui bekerja di kantor. Namun jujur saja, yang biasanya Penulis rajin menyisihkan sekitar 50% gaji untuk dibelikan saham, kali ini Penulis tidak melakukan hal tersebut. TRAUMA, begitulah kira-kira gambarannya.

Penulis mulai berpikir dan refleksi terhadap diri sendiri, apa yang salah dengan yang Penulis lakukan? Penulis mulai mencari tahu lebih banyak hal tentang saham. Dan sungguh Penulis terkejut dengan kebodohan yang Penulis lakukan selama ini. Apakah itu?

Pertama, Penulis sama sekali TIDAK MEMPERHATIKAN laporan keuangan sebagai bahan pertimbangan membeli saham. Padahal jika kita ingat kembali, saham adalah kepemilikan seseorang terhadap sebuah perusahaan. Dan baik buruknya performance perusahaan tercermin dalam laporan keuangan. Nah di sinilah letak kesalahan Penulis. Penulis terlalu malas membaca laporan keuangan. Penulis hanya mengandalkan Analisa teknikal dengan melihat chart sebagai satu-satunya indikator.

Kedua, Penulis TERLALU PERCAYA dengan analis-analis saham saat itu. Setelah mencari tahu, barulah Penulis memahami mengapa terlalu mempercayai analis saham adalah hal yang bodoh. Saat itu Penulis baru mengetahui bahwa mereka dibayar dari Transaction Fee. Semakin sering investor melakukan transaksi, terlepas dari rugi atau untung, akan semakin besar Fee yang didapatkan. Mungkin ketika saham anda naik beberapa dari Anda sering mendengar analis atau broker anda berkata “jual saja dulu Pak, taking profit dulu”, atau sebaliknya ketika saham anda turun broker anda juga berkata “jual saja dulu Pak, nanti tamping lagi di bawah”. Hmmm…

Ketiga, Penulis TERLALU SERING di depan layar trading, sehingga ketika market bearish (baca: turun), penulis menjadi emosional. Dan ketika emosional, sering kali keputusan yang dilakukan justru salah. Contoh misalkan harga sebuah saham turun, Penulis kemudian cut loss. Besok hari nya, saham nya justru naik lagi, ketika Penulis mau ambil lagi, eh sudah keburu terbang.. Hayoo ngaku pasti banyak dari Anda yang seperti ini juga kaann…

Sekitar 1 tahun lebih Penulis vakum di dunia saham. Penulis sudah berjanji bahwa tidak mau lagi menyentuh yang namanya saham. Namun, dalam hati kecil Penulis masih ada rasa penasaran, kenapa koq bisa saya yang tadinya mendapat profit yang signifikan kemudian jatuh dalam sekejap? Selama periode vakum tersebut, akhirnya saya membaca buku-buku Warren Buffet. Di sini lah Penulis menyadari bahwa semua yang Penulis lakukan berkebalikan dengan yang Warren Buffet lakukan. Apa saja itu? Jawabannya akan Penulis jabarkan di artikel berikut nya…

Rabu, 25 Januari 2017

Awal Mula Perkenalan Penulis dengan Dunia Saham

Ini adalah artikel pertama Penulis mengenai dunia investasi dan saham. Pertama kali Penulis mengenal dunia saham tahun 2009 ketika berumur 21 tahun, saat itu penulis masih kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Waktu itu ada salah satu Perusahaan Sekuritas membuka tempat di selasar Fakultas. Penulis saat itu, yang latar belakang nya bukan Keuangan (Latar Belakang Penulis adalah Manajemen Pemasaran) jujur saja tidak tertarik dengan keberadaan Perusahaan Sekuritas tersebut.

Tepat beberapa bulan sebelumnya di 2008, Penulis juga banyak membaca berita hal-hal negatif mengenai dunia saham. Penulis ingat membaca berita bahwa banyak orang yang menjadi stress, bahkan bunuh diri karena dunia saham. IHSG turun ke titik terendah sekitar 1,100 waktu itu, membuat banyak orang rugi secara finansial. Hal ini semakin membuat Penulis tidak tertarik dengan dunia saham.

Lalu bagaimana awal cerita Penulis akhirnya mulai invest di saham? Nah ini yang menarik.. Meskipun latar belakang Penulis adalah Manajemen Pemasaran, namun teman-teman Penulis banyak yang latar belakang Manajemen Keuangan. Singkatnya, waktu itu Penulis diajak masuk ke ruangan Perusahaan Sekuritas tersebut. DI dalamnya terdapat banyak komputer dan semua menampilkan semacam grafik yang diwarnai dengan grafik, tabel, dan angka yang ngejelimet. Penulis sama sekali tidak mengerti apa yang ada di computer tersebut.

Rekan Penulis intinya waktu itu mengajak Penulis untuk membuka account di Perusahaan Sekuritas tersebut. Dikarenakan waktu itu untuk membuka rekening saham minimal Rp 10,000,000 (Sepuluh juta rupiah). Akhirnya Penulis patungan dengan 5 orang teman, masing-masing Rp 2,000,000 (dua juta rupiah) sampai akhirnya terkumpul uang Rp 10,000,000. Waktu itu kami menunjuk salah seorang teman yang paling pintar dan bagus nilai nya untuk mengelola dana kami.

Dikarenakan tahun 2009 merupakan tahun kebangkitan dari keterpurukan pasar saham di 2008, apa saja saham yang kami beli waktu itu langsung menuai untung dengan cepat. Euforia melanda kami semua, Dalam sebulan saja, portfolio kami bisa naik 20 – 30%. Dari situlah kemudian Penulis mulai tertarik dengan dunia saham. Berbekal usaha kecil-kecilan yang Penulis jalankan sewaktu kuliah, akhirnya terkumpulah uang Rp 10,000,000, dan Penulis memutuskan untuk membuka account sendiri. Sejak saat itu, setiap jeda atau setiap selesai kuliah, Penulis selalu menyempatkan diri ke Sekuritas di kampus tersebut dan mengecek portfolio Penulis. Singkatnya, Penulis mulai ketagihan dengan dunia saham. Penulis yang tadi nya tipe mahasiswa Kunang-Kunang (Kuliah Nangkring Kuliah Nangkring) berubah menjadi Mahasiswa yang rajin sekali ngecek portfolio dan menghabiskan waktu berjam-jam di layar trading.

Selama beberapa tahun pertama (2009 – 2012) Penulis mendapatkan keuntungan berkali-kali lipat. Dan sejak Penulis mulai bekerja, setiap bulannya Penulis menyisihkan 30% gaji untuk kemudian dibelikan saham. Penulis melakukan ini secara konsisten. Penulis mulai merasa JAGO bermain saham. Seolah-olah semua saham yang Penulis beli naik dalam waktu singkat dan cepat. Nah di sinilah tragedi mulai melanda. Ketika Penulis mendapatkan keuntungan berkali-kali lipat dalam waktu singkat, Penulis mulai dilanda yang namanya “Mr Greedy” atau keserakahan. Penulis tidak sadar, bahwa bahaya mengintai di depan mata. Penulis menjadi gelap mata Karena Mr Greedy ini.

Bagaimana kemudian Mr Greedy ini membawa Penulis pada kejatuhan? Akan Penulis jelaskan di artikel berikutnya.