Selasa, 28 Februari 2017

Bersabarlah Dalam Berinvestasi

Masih berkaitan dengan artikel sebelumnya, di mana kita membahas apa yang sebaiknya kita lakukan jika kita ketinggalan kereta di saham yang kita incar. Dalam artikel kali ini, kita akan membahas lebih detail mengenai kesulitan terbesar seorang investor, yaitu BERSABAR.

Ketika kita membahas tentang investing VS trading di artikel sebelumnya (Anda dapat membacanya kembali di sini), ada satu hal mendasar yang membedakan kedua nya, yaitu TINGKAT KESABARAN dalam menghasilkan profit. Dalam investing, kita membeli saham karena kita melihat perusahaan memiliki fundamental yang bagus dan kita PERCAYA bahwa perusahaan akan menghasilkan kinerja yang lebih bagus lagi ke depannya. Dalam trading, kita membeli saham karena melihat chart bahwa saham tersebut akan uptrend dalam beberapa minggu ke depan. Anda melihat perbedaannya di sini?

Perbedaannya adalah dalam hal mindset Anda dalam berinvestasi. Dalam investing, Anda percaya kepada PERUSAHAAN tersebut, sedangkan dalam trading, Anda percaya kepada CHART. Sehingga ketika Anda trading, dan saham pilihan Anda menghasilkan return yang tidak sesuai ekspektasi, Anda akan kecewa. Namun ketika Anda investing, dan saham pilihan Anda menghasilkan return yang belum sesuai ekspektasi, Anda akan BERSABAR, karena Anda tahu butuh proses dan waktu untuk mencapai profit yang signifikan. Sementara ketika Anda trading, mindset Anda adalah saham mana yang bisa menghasilkan profit dalam waktu instan. Buffett memiliki mindset bahwa dirinya mendapatkan penghasilan dari PERUSAHAAN, bukan dari pasar saham. Pasar saham hanyalah PERANTARA dalam meningkatkan nilai investasi Anda. Saya harap Anda memahami maksud yang ingin saya sampaikan.

Sekarang, coba Anda pikirkan berapa banyak pelaku transaksi harian atau “swing traders” yang pernah mengubah $ 10 juta menjadi $ 1 miliar? Pelaku transaksi harian atau “swing traders” seringkali menjual saham mereka hanya beberapa minggu atau bahkan beberapa hari setelah mereka beli. Seorang Value Investor seperti Warren Buffett dan Lo Kheng Hong, mempertahankan saham selama beberapa tahun, bahkan sampai beberapa dekade.

Pasar saham sendiri sangat bermusuhan dengan pihak yang suka keluar dan masuk (BUY AND SELL), dan cukup ramah terhadap pihak yang membeli dan mempertahankan (BUY AND HOLD). Buffett pernah mengatakan “Investasi adalah di mana Anda menemukan beberapa perusahaan yang bagus kemudian berdiam diri saja di dalamnya. Terlalu banyak tingkah dalam berinvestasi adalah sebuah kesalahan. Kesabaran adalah bagian dari permainan.” Buffett juga mendeskripsikan pasar saham sebagai sarana memindahkan uang dari investor yang tidak sabaran ke investor yang sabar.  

Apakah Anda tahu pembelian saham pertama Warren Buffett sebagai seorang investor? Ketika Warren Buffett berumur 11 tahun, dia melakukan pembelian sahamnya yang pertama, yaitu Cities Service Preferred di harga $38 per lembar saham. Tidak lama setelah itu, Buffett menjual sahamnya di harga $ 40 per lembar saham. Beberapa tahun kemudian, saham tersebut berada di harga $200 per lembar saham. Dari sini lah Buffett belajar mengenai kesabaran dalam berinvestasi.

Well, Anda dapat melakukan latihan mental sederhana berikut ini untuk melatih kesabaran Anda. Bayangkan, ketika Anda membeli saham, keesokan harinya pasar ditutup untuk liburan selama lima tahun. Meskipun saya tahu, tentu saja tidak mudah untuk bersabar, tetapi memiliki temperamen yang tepat merupakan komponen yang benar-benar penting dalam berinvestasi. Ben Graham dalam bukunya “The Intelligent Investor” mengatakan “investor dengan temperamen yang sesuai dengan proses investasi menghasilkan lebih banyak profit daripada mereka yang tidak memiliki temperamen serupa, meskipun mempunyai pengetahuan yang luas mengenai keuangan, akuntansi, dan pasar saham”.

Saya sendiri dulunya merupakan seorang swing trader. Anda dapat melihat cerita lengkap nya di sini. Namun sejak kejatuhan yang saya alami, saya meninggalkan cara swing trader tersebut dan menjadi seorang value investor. Bagi saya pribadi, menjadi value investor jauh lebih cocok buat saya ketimbang swing trader. Saya menjadi jauh lebih sabar. Jika dulu saya membeli saham untuk jangka waktu mingguan, sekarang saya membeli setidaknya untuk 1 tahun. Wah lama donk taking profitnya? Betul memang lebih lama, namun dengan kedisiplinan menggunakan Value Investing ketika memilih saham untuk diinvest, profit yang akan dihasilkan akan jauh lebih tinggi.


Satu hal terakhir, saya memiliki kabar baik untuk Anda. Untuk dapat sukses di pasar, Anda tidak memerlukan kecerdasan dalam menganalisa secara luar biasa. Anda hanya memerlukan kecerdasan rata-rata. Namun, Anda perlu memiliki mindset dan mental layaknya seorang investor, dan salah satunya adalah BERSABAR. 

Minggu, 26 Februari 2017

Argghhh… Saya Ketinggalan Kereta…

Sebagai seorang investor, Anda pastinya ingin membeli sebuah saham dengan fundamental bagus di harga yang murah. Sama hal nya ketika Anda berbelanja, Anda pasti ingin barang dengan kualitas bagus di harga yang murah. Namun, ada kalanya barang-barang yang ingin kita beli harga nya “terlalu mahal”. Apakah kita akan tetap membelinya?

Sebelum kita lanjut lebih jauh, kita perlu refresh terlebih dahulu mengenai kriteria saham yang layak dibeli menurut Value Investing. Ada 2 kriteria penting, yaitu :

1.   Apakah saham tersebut memiliki fundamental bagus? (Net profit bertumbuh, DER (Debt to Equity Ratio) rendah, ROE (Return on Equity) tinggi, Cash Flow positif)

2.      Apakah saham tersebut berada pada harga yang undervalued dibandingkan intrinsic value nya? (PER (Price to Equity Ratio) rendah, PBV (Price to Book Value) rendah, MOS (Margin of Safety) tinggi)

Jika jawaban untuk kedua nya adalah YA, maka barulah Anda boleh membeli saham tersebut.

Nah permasalahannya, seringkali Anda sudah menemukan saham yang memiliki fundamental bagus (kriteria nomor 1), dan Anda sudah memasukkan saham tersebut ke dalam “watchlist” Anda, namun Anda belum mendapatkannya di harga yang tepat. Katakanlah Anda bersiap untuk membeli saham A, saat ini harganya adalah di 300, dan Anda siap untuk menampungnya di harga 290. Ternyata di hari tersebut, muncul sentiment positif yang membuat saham tersebut tidak sampai di harga 290, melainkan langsung naik 30% - 40% dalam beberapa hari perdagangan. Jika sudah ketinggalan kereta seperti ini, bagaimana reaksi Anda?

Kebanyakan investor akan berlomba-lomba untuk membeli saham tersebut, sehingga mendorong harga saham tersebut ke harga yang irasional. Sebagai seorang Value Investor, Anda perlu ingat prinsip Warren Buffett yang sangat terkenal BE FEARFUL when others are greedy and BE GREEDY only when others are fearful, atau jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia “TAKUTLAH ketika investor lain menunjukkan ketamakannya, dan TAMAKLAH saat investor lain ketakutan”.

Dengan menggunakan metode Value Investing, kita memang dapat menganalisa saham mana yang memiliki fundamental bagus, dan berapa intrinsic value saham tersebut. Namun, tak peduli sejago apapun Anda dalam menganalisa, Anda tidak akan pernah bisa memprediksi secara persis naik turunnya sebuah saham dalam jangka pendek, apalagi mengetahui titik terendah dan tertinggi harga sebuah saham. Wah kalau begitu, Value Investing kurang tokcer dong? Well, di sinilah peran mindset Anda sebagai seorang Value Investor diuji. Anda dapat membaca lagi mengenai mindset seorang investor di sini

Kembali kepada studi kasus di atas, bagaimana kalau kita sudah ketinggalan kereta? Yaa artinya memang peluang di saham yang kita incar tadi sudah tertutup. Namun gak usah panik.. Dengan menggunakan metode Value Investing, kita dapat menemukan saham lain yang peluangnya masih terbuka. Jadi, jangan berkecil hati jika kita ketinggalan kereta di satu saham yang kita incar, peluang di saham lain masih tersedia untuk Anda. Saya punya kabar baik untuk Anda. Apabila Anda dapat menyaring mutiara terpendam di BEI, maka akan selalu ada peluang untuk memperoleh saham dengan fundamental bagus di harga murah. Sekarang pertanyaannya, bagaimana jika semua saham bagus sudah overvalued apabila dibandingkan dengan intrinsic value nya? Itu artinya IHSG secara keseluruhan sudah mengalami bubble, so di sini Anda perlu BERSABAR dengan menunggu IHSG tersebut koreksi ke harga wajarnya, kemudian barulah kita berburu saham bagus dengan harga murah.

BERSABAR memang perlu diakui satu hal yang paling sulit dilakukan oleh kebanyakan investor. Banyak dari investor yang tancap gas terus untuk membeli saham meskipun harga nya sudah overvalued. Ada kala nya kita harus memegang cash karena kita tahu, saham-saham tidak berada di harga wajarnya. Ketika Anda bersabar dan menunggu jadwal keberangkatan kereta berikutnya, dan bukannya ikut-ikutan mengejar kereta apalagi kereta nya sudah full speed, maka peluang akan selalu terbuka untuk Anda.

Rabu, 22 Februari 2017

Berapa Nilai Wajar BUMI dan ke mana Arahnya?

Hari kemarin, Selasa 21 Februari 2017, harga saham sejuta umat, Bumi Resources (BUMI) turun ARB (Auto Reject Bawah) ke harga 294, setelah sebelumnya sempat menyentuh titik tertinggi di 505 pada tanggal 27 Januari yang lalu. Banyak group Whatsapp dan group-group lainnya membicarakan penurunan ini. Banyak sekali yang mengeluh cut loss dan menderita kerugian. Bayangkan, jika Anda membeli BUMI di harga 505 maka nilai investasi Anda sudah berkurang sekitar 40% hanya dalam waktu kurang dari 1 bulan. Mengerikan bukan? Mungkin banyak dari Anda yang merasa bingung ataupun bimbang, apa tindakan yang harus dilakukan? Cut Loss atau Hold? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sekarang mari kita telaah secara Analisa keuangan.



Pergerakan saham BUMI sejak Oktober 2016 – Februari 2017

Laporan Keuangan terakhir BUMI adalah Q3 tahun 2016, di mana secara umum belum ada peningkatan sebenarnya. Pendapatannya turun dari Rp 33.5 Miliar menjadi $ 18.1 Miliar ( -46% ). Ekuitas perusahaan juga masih minus atau defisiensi modal sebesar US$ 2.8 Miliar, serta hutang jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu 1 tahun sebesar $ 3.6 Miliar, di mana jika dalam waktu 1 tahun tersebut, BUMI tidak dapat melunasi hutangnya, mengajukan penundaan pembayaran, atau mengkonversi menjadi saham (convertible bonds), maka BUMI akan dinyatakan pailit alias bangkrut. Jika kita melihat fakta-fakta tersebut, maka BUMI dapat dikatakan memiliki kinerja yang sangat parah.

Namun, di sisi lain ada opportunity yang dapat membuat BUMI dapat kembali meningkat performance nya di tahun 2017 ini. Pertama, kenaikan harga batubara global turut mengerek harga batubara milik BUMI. Average Selling Price (ASP) BUMI sepanjang Januari 2017 adalah US$ 57 per ton, lebih tinggi dibandingkan ASP BUMI selama periode 2016 sebesar US$ 42 per ton (naik 36%). Pencapaian serupa juga ditorehkan dua anak usaha BUMI, yakni PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal (KPC). ASP batubara Arutmin Indonesia tercatat mencapai US$ 38 per ton, naik 58% dibanding ASP 2016, US$ 24 per ton. Adapun ASP batubara KPC sebesar US$ 66 per ton, tumbuh 30%. Kedua, BUMI berhasil menyelesaikan proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Pada November 2016, para kreditur BUMI telah menyepakati proposal perdamaian berupa konversi utang menjadi saham. Melalui tukar guling itu, utang komersial BUMI senilai US$ 4,2 miliar akan berkurang menjadi US$ 1,6 miliar. Beban bunga utang BUMI juga akan berkurang lebih dari US$ 250 juta setiap tahun. Yang menarik, konversi utang menjadi saham BUMI akan dilakukan di harga Rp 926,16 per saham. Inilah yang membuat selama 3 bulan terakhir harga saham BUMI meningkat dari Rp 70 – 80 menjadi Rp 505 di Januari kemarin.

Pada tanggal 7 Februari 2017, perusahaan sudah melakukan Rapat Umum Pemegang Luar Biasa (RUPSLB) untuk meminta persetujuan melakukan Penawaran Umum Terbatas V kepada Para Pemegang Saham dalam rangka penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, dan hasilnya adalah disetujui. Anda mungkin bertanya, kalau right issue akan dilakukan di harga Rp 926,16 per saham, mengapa kemarin BUMI kena ARB (Auto Reject Bawah) ke 294? Salah satu alasannya adalah Maybank Kim Eng (ZP) menjadi salah satu penjual terbesar saham BUMI di level Rp294. ZP melakukan penjualan sebanyak 753.000 lot, aksi tersebut berlangsung pada pukul 15:34-16:00 WIB. Saya juga yakin banyak dari Anda yang juga kena panic selling sehingga ikut mendorong jatuhnya harga saham BUMI.

Harga Wajar BUMI
Oke, terlepas dari fluktuatif nya saham BUMI belakangan ini, pertanyaan berikutnya ke mana sebenarnya arah saham BUMI? Oke, sekarang kita lihat. BUMI saat ini memiliki cadangan batubara sebanyak 3 Miliar Ton. Jika kita menghitung secara konservatif dengan asumsi Average Selling Price (ASP) BUMI sepanjang tahun 2016 di kisaran US$ 40 per metrik ton, maka nilai cadangan batubara BUMI masih sebesar US$ 120 miliar. Dari Average Selling Price US$40 tadi, kita ambil konservatif bahwa keuntungan yang diperoleh setelah dikurangi ongkos produksi dan royalti ke pemerintah adalah hanya 5%, maka diperoleh angka US$2. Sementara hutang BUMI setelah konversi utang menjadi saham adalah US$ 1.6 Miliar. Nilai wajar BUMI dapat dihitung dengan cara : (Cadangan batubara BUMI X Profit dari Average Selling Price) – Hutang BUMI à (3 Miliar Ton X $ 2 per Ton) - $ 1.6 Miliar = $ 4.4 Miliar

Sementara itu, jumlah saham beredar BUMI sebelum right issue adalah 36.6 Miliar lembar saham. Oleh karena itu, nilai wajar BUMI per lembar saham adalah $ 4.4 Miliar / 36.6 Miliar lembar saham = $0.12 per lembar saham, atau jika menggunakan nilai tukar US$ 1 = Rp 13,300, maka harga wajar BUMI per lembar saham adalah $0.12 X Rp 13,300 = Rp 1,598 (dibulatkan menjadi Rp 1,600)

Apakah itu berarti harga saham BUMI PASTI akan ke Rp 1,600? Tidak ada yang bisa menjawab, mengingat BUMI adalah saham sejuta umat, di mana banyak faktor yang akan berperan di dalamnya. Investasi di saham BUMI ini lebih ke arah spekulasi ketimbang investasi sebenarnya.

Kesimpulan

So, kesimpulannya adalah : jika Anda ingin berinvestasi di saham yang dapat membuat Anda tidur nyenyak, saya menyarankan agar Anda invest di saham lain yang lebih sesuai dengan kaidah value investing. Namun, jika Anda memang ingin mencoba untuk berspekulasi, Anda bisa “mencicipi” saham ini. Namun, seperti biasa, Anda bertanggung jawab terhadap investasi Anda sendiri. Bagi Anda yang sahamnya masih nyangkut, semoga artikel ini dapat sedikit menenangkan hati Anda.

Senin, 20 Februari 2017

Tipe Investor Seperti Apakah Anda?

Setiap orang punya profil nya masing-masing. Sama hal nya dengan investor yang punya tipe profil resiko masing-masing. Ada 3 tipe investor menurut profil resiko dalam berinvestasi, di mana hal ini akan membantu Anda dalam memilih produk investasi apa yang cocok :

1.       Tipe Konservatif (Risk Averse) : Investor yang memiliki kecenderungan menanam investasi dengan keuntungan (yield) yang layak; cenderung memilih instrument aman dengan hasil yang sudah diketahui sebelumnya. Mereka biasanya berinvestasi untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga dengan rentang waktu investasi yang cukup panjang.

2.       Tipe Moderate (Risk Neutral) : tipe investor yang menginginkan resiko menengah. Investor tipe ini selalu mencari proporsi yang seimbang antara resiko yang mungkin terjadi dengan pendapatan yang dapat diraih. Tipikal investor ini, mereka akan selalu berhati-hati dalam memilih jenis investasi. Hanya investasi proporsional yang akan dipilih.

3.       Tipe Agresif (Risk Taker) : Investor tipe ini umumnya berinvestasi dengan rentang waktu relative pendek, karena mengharapkan adanya keuntungan yang besar dalam waktu yang singkat. Cenderung memilih produk yang mengalokasikan dananya pada instrument pasar yang beresiko tinggi.



Anda mungkin sering mendengar saham adalah tipe instrumen investasi yang High Risk – High Return. Apakah jika saya termasuk tipe investor yang tipe konservatif dan tipe moderate, apakah saham tidak cocok untuk saya? Well jawabannya bisa iya bisa tidak. Mungkin jika Anda termasuk tipe investor yang tipe konservatif dan tipe moderate, Anda bisa berinvestasi di ORI, Reksadana Campuran, atau instrumen investasi lainnya yang lebih rendah resiko nya.

Namun, jika Anda memutuskan ingin berinvestasi di saham, jangan takut untuk memulai. Saya sendiri dalam berinvestasi tingkat pengambilan resiko nya sudah jauh berkurang dibandingkan 8 – 9 tahun lalu ketika mulai berinvestasi. Dulu mungkin saya 100% risk taker dalam memilih saham. Namun, setelah berkeluarga, saya pun menjadi jauh lebih dewasa dalam berinvestasi. Profile resiko saya saat ini adalah moderate aggressive. Pilihan-pilihan saham Penulis saat ini bukanlah saham yang bisa “naik cepat”, melainkan saham yang punya fundamental bagus dan valuasinya murah. Saham-saham tersebut mungkin tidak menghasilkan profit instan seperti saham-saham gorengan. Saham-saham tersebut tetap akan menghasilkan profit yang unbelievable, namun tetap membutuhkan waktu. Bagi saya, yang penting saya bisa menghasilkan profit yang reasonable namun konsisten sesuai dengan target saya, daripada harus spectacular namun volatile nya sangat tinggi. Anda bisa baca lagi postingan saya tentang Reasonable & Consistent Returns >Spectacular & Volatile Returns .

Investor-investor kelas dunia macam Warren Buffett pun sebenarnya bukan orang yang aggresive dalam mengambil resiko. Jam terbang lah yang dengan sendirinya akan membentuk kedewasaan seorang investor. Jika Warren Buffett adalah orang yang agresif dalam mengambil resiko, Beliau pasti sudah tergoda dalam mengambil saham tech company. Akan tetapi, Warren Buffett memilih untuk berinvestasi di saham-saham yang bisnis nya sederhana namun memiliki fundamental yang sesuai dengan standard nya.

Satu hal yang ingin saya tekankan di sini adalah tidak ada yang salah apakah anda adalah tipe konservatif, tipe moderat atau tipe agresif. Itu semua kembali kepada profil resiko kita masing-masing sebagai investor. Namun perlu dibedakan seorang investor yang risk taker dengan seorang investor yang SOK risk taker. Seorang investor yang risk taker tetap mengetahui resiko yang akan dia tanggung jika ternyata keputusan investasinya tidak sesuai yang diharapkan, dia tetap bisa mengukur batas bawah kerugian yang akan ditanggung. Sementara seorang yang sok risk taker,  dia bertindak dahulu (mengeksekusi keputusan dalam berinvestasi) tanpa mengetahui berapa besar resiko yang akan ditanggung, hanya untuk terlihat keren dan berani saja.

Apabila Anda ingin mengetahui profile resiko Anda, Anda bisa menggunakan test sederhana untuk mengukur profil resiko Anda di sini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda.

Jumat, 17 Februari 2017

Let the Profit Runs


Setiap dari seorang investor saham pasti nya menginginkan satu hal dalam berinvestasi saham : PROFIT. Tak ada satupun dari seorang investor yang ingin menanggung loss. Masalahnya, kebanyakan investor memiliki kebiasaan yang menurut saya kurang tepat. Ketika sebuah saham uptrend, justru tangan gatel ingin cepat-cepat pencet tombol SELL untuk merealisasikan keuntungan. “Takut turun lagi soalnya Pak, sayang mending saya taking profit dulu”. Sudah profit berapa? “Lumayan 10%”. Kemudian ketika dicek fundamental nya, ternyata saham tersebut meskipun sudah terapresiasi 10%, harganya masih relatif muraahhhh.


Memang tidak ada yang salah dengan taking profit dan memang benar ada kemungkinan saham tadi akan terkoreksi dahulu dalam waktu dekat, katakanlah 5%. Namun dalam Value Investing, selama saham tadi fundamentalnya bagus dan valuasinya masih murah, dianjurkan untuk hold terus. Lalu kapan jualnya?? Bisa ada 4 kemungkinan :
1.       Ketika saham tersebut laporan keuangannya sudah tidak sebagus sebelumnya lagi
2.       Ketika saham tersebut sudah terlalu mahal valuasinya
3.       Kalau ada keperluan mendesak atau urgent sehingga harus menarik uang investasi
4.       Terjadi krisis ekonomi

Di luar dari 4 alasan tadi, yaa anda pegang terus saja. Toh Anda sudah menemukan saham yang bagus, di harga murah, kurang apa lagi?

Mungkin Anda sering membaca berita bahwa saham A target price nya adalah naik 10%, sehingga ketika tercapai 10% tadi, Anda langsung buru-buru jual saham Anda. Saya ingin membuka wawasan Anda lebih jauh. Apakah Anda tahu bahwa di 2016 kemarin, beberapa saham bisa terapresiasi sahamnya hingga ratusan persen? Berikut adalah 10 kenaikan saham terbesar sepanjang 2016 :
-          NIKL : PT Pelat Timah Nusantara Tbk (+ 4,840%)
-          INAF : PT Indofarma Tbk ( + 2,525%)
-          BRPT : PT Barito Pacific Tbk ( + 1,011 %)
-          DOID : PT Delta Dunia Makmur Tbk ( + 789%)
-          SMBR : PT Semen Baturaja Tbk ( + 783%)
-          PPRO : PT Properti Tbk ( + 551%)
-          SSTM : PT Sunson Textile Manufacture Tbk ( + 534%)
-          INDY : PT Indika Energy ( + 513%)
-          TPIA : PT Chandra Asri Petrochemical ( + 488%)
-          DEFI : PT Danasupra Erapacific ( + 443%)

Mau contoh yang lebih fenomenal lagi? Anda pasti tahu investor saham kawakan Indonesia yang saat ini memiliki kekayaan sekitar Rp 2.5 triliun dari investasi di saham. Bapak Lo Kheng Hong pada tahun 2005 membeli saham PT Multibreeder Adirama Indonesia Tbk (MBAI), perusahaan ternak ayam terbesar kedua di Indonesia seharga Rp 250. Bapak Lo Kheng Hong mendapatkan sekitar 6 juta saham MBAI atau sekitar 8,28 % dari total saham MBAI yang beredar di pasar.  Setelah beliau simpan selama 6 tahun, harganya naik menjadi Rp 31.500 dan beliau menjualnya di 2011. Beliau memperoleh untung 12.500%. 

Investor terbesar di dunia, Warren Buffett juga sama. Beliau seorang Value Investor sejati. Kepemilikannya di berbagai saham seperti American Express (sejak 1960-an), Wells Fargo (sejak 1989) serta Coca-Cola Company (sejak 1987) sudah dipegangnya sejak puluhan tahun yang lalu.

So, poin yang ingin saya sampaikan di sini adalah ketika Anda sudah yakin dengan saham yang Anda pilih, jangan terburu-buru untuk menjual. Apalagi jika Anda sudah cek fundamental perusahaan tersebut. Let the profit runs, begitu kira-kira istilah kerennya. Memang tidak mudah untuk menerapkan kedisiplinan ala Bapak Lo Kheng Hong dan Warren Buffett ini. Namun, tidak ada salahnya jika kita belajar menerapkan strategi kedua tokoh Value Investor terbesar di dunia ini.


Kamis, 16 Februari 2017

5 Pantangan Dalam Berinvestasi

Dalam investasi saham, baik itu untuk investasi ataupun trading, ada beberapa pantangan yang sebaiknya Anda hindari. Sama seperti Anda membawa kendaraan, ada rambu lalu lintas yang kalau dilanggar, bisa mengakibatkan hal yang kurang baik terhadap Anda sendiri. Apa saja itu?

1.       Jangan menggunakan fasilitas margin.
Apakah Anda tahu bahwa sebenarnya Anda memiliki fasilitas margin dari sekuritas Anda? Apa sih fasilitas margin itu? Misalkan Anda memiliki dana untuk bertransaksi Rp 100 juta, biasanya Anda memiliki “cadangan” untuk bertransaksi di luar Rp 100 juta tadi yang diberikan oleh sekuritas Anda. Jadi ibaratnya Anda bertransaksi, tapi duitnya ditalangin dulu sama sekuritas. Besarnya pun bervariasi. Ada yang ½ X nya (Rp 50 juta) sampai 4X nya (Rp 400 juta). Seriously? Punya dana Rp 100 juta, tapi bisa transaksi Rp 400 juta lagi pakai uangnya sekuritas? Enak banget donk… Eits nanti dulu… Pertama, perlu Anda ketahui pinjaman dari sekuritas tersebut ada bunganya, sehingga Anda perlu membayar bunganya. Kedua, kalau saham yang anda beli dengan menggunakan fasilitas margin ini bukannya naik malah turun, kerugian yang Anda alami malah lebih besar daripada yang seharusnya. Berikut ini saya sajikan ilustrasi yang semoga membuat Anda memahami betapa bahayanya fasilitas margin.

Anda beli saham A dengan menggunakan dana pribadi Anda sebesar Rp 100 juta, kemudian Anda yakin betul bahwa saham A tadi akan naik 10%, sehingga Anda menggunakan fasilitas margin Rp 400 juta tadi.

Ekspektasi :
Anda berpikir, kalau pake dana sendiri Rp 100 juta, untung 10% dapat profitnya Rp 10 juta. Kalau pakai margin Rp 400 juta, maka bisa dapat tambahan profit Rp 40 juta. Wah total profit nya bisa Rp 50 juta.

Realita (yang sering kali terjadi) :
Saham A tadi bukannya naik 10%, melainkan malah turun 10%. Sehingga seharusnya Anda “hanya” rugi Rp 10 juta, malah makin bonyok karena ruginya bertambah Rp 40 juta menjadi Rp 50 juta. Mengerikan, bukan?

Percayalah, saya pernah di posisi itu dan rasanya super enggak enak. Fasilitas ini sebenarnya adalah alat yang digunakan para sekuritas untuk mengeruk keuntungan tambahan dari Anda, dengan memanfaatkan psikologis dasar seorang manusia, yaitu sifat serakah.

2.       Jangan menggunakan dana dari pinjaman atau hutang
Berbeda dengan poin sebelumnya, jangan berhutang di sini maksudnya jangan berinvestasi menggunakan hutang atau dana pinjaman pihak ketiga. Misalkan anda menggunakan dana pinjaman dari bank; hutang ke teman, saudara, atau keluarga. Mengapa? Alasannya sama seperti poin sebelumnya, jika market sedang bearish (turun) dan saham anda ikutan turun, kerugian Anda akan lebih besar daripada yang seharusnya PLUS hubungan Anda dengan teman, saudara, atau keluarga Anda menjadi tidak enak.

Berinvestasi dengan menggunakan hutang atau dana pinjaman juga akan membuat Anda tidak nyaman, karena bagaimanapun itu bukan uang Anda sendiri. Secara psikologis, karena beban Anda untuk mengembalikan uang tersebut, justru membuat Anda biasanya melakukan keputusan-keputusan yang merugikan Anda sendiri.

Satu hal lagi, jangan berinvestasi dengan menggunakan dana darurat Anda. Jangan menyentuh dana darurat Anda. Karena kita tidak pernah tahu sewaktu-waktu kita membutuhkan dana tersebut untuk keadaan darurat. So sebaiknya gunakan uang dingin untuk berinvestasi (uang yang memang “menganggur” dan dapat diinvestasikan).

3.       Jangan membeli saham berdasarkan valuasi atas proyeksi kinerja di masa yang akan datang
Anda pasti pernah membaca ulasan tentang prospek saham di surat kabar tertentu. Biasanya di situ selain mencantumkan historical kinerja perusahaan, dicantumkan pula proyeksi kinerja perusahaan yang akan datang. Di angka tahunnya biasa ada huruf f (future), contoh : 2017F, 2018F, dst. Dan biasanya, PER dan PBV nya juga dihitung berdasarkan kinerja yang akan datang. Ini tidak benar. Bagaimana mungkin valuasi harga saham saat ini dihitung berdasarkan kinerja di masa yang akan datang?

Yang namanya proyeksi sih memang sah-sah saja, artinya kita optimis bahwa perusahaan tersebut melalui tahun ini dengan baik, maka dipercaya tahun depan akan lebih baik. Namun, apapun bisa terjadi. Banyak faktor risiko yang biasanya lupa diperhitungkan ketika membuat proyeksi. Misal : faktor ekonomi, sosial dan politik, teknologi, kompetitor, sampai cuaca sangat mempengaruhi kinerja perusahaan. Penulis sendiri lebih suka menggunakan proyeksi sebagai bahan pertimbangan saja, bukan untuk melihat valuasi perusahaannya.  

4.       Jangan membeli saham yang masuk ke dalam kategori saham gorengan
Apa itu saham gorengan? Saham gorengan adalah saham yang dikuasai oleh bandar tertentu yang pergerakannya liar dan sulit diprediksi. Saham sejenis ini kadang bisa naik signifikan dalam sehari, tapi hari berikutnya tiba-tiba anjlok tanpa alasan yang jelas. Pergerakan yang tidak wajar karena ada bandar di belakangnya. Banyak trader atau investor yang masih tertarik dengan saham sejenis ini, karena keuntungan besar yang bisa diperoleh. Namun di sisi lain, resiko nya juga sangat besar. Memang menggiurkan ketika Anda bisa mendapatkan profit puluhan sampai ratusan persen dalam beberapa minggu, namun sewaktu-waktu harganya bisa anjlok kembali. Berikut ilustrasinya..

Anda mendengar dari teman Anda Saham X naik 10% dari 60 ke 66 hari ini. Besoknya, Anda beli saham X tadi di harga 66. Eh ternyata masih naik lagi jadi 72, Anda beli lagi di 72. Besok nya masih naik juga ke 80, karena tadi sudah 2x beli dan Anda selalu untung, maka biasanya Anda akan sangat percaya diri. Anda berpikir bahwa kali ini dengan beli di 80, pasti besok akan naik lagi. Anda pun membeli dengan segala kekuatan yang Anda punya di harga 80. Gk taunya sebelum tutup perdagangan hari ini, harganya mulai turun ke 77. Anda mulai deg-degan. Tapi Anda masih optimis, palingan turun sebentar, besok juga naik lagi. Ternyata besok terjun bebas ke 66, balik ke posisi awal beli pertama, sehingga saham anda sekarang berada di posisi nyangkut.

Apa ciri-ciri saham gorengan? Biasanya pergerakan sahamnya liar (anda bisa lihat historical transaction nya) tanpa ada pola yang jelas. Volume perdagangannya juga tiba-tiba melesat di saat-saat tertentu (saat lagi “digoreng”), padahal biasanya saham tersebut volume nya kecil. Selain itu, kenaikannya biasanya tidak dibarengi dengan kenaikan fundamentalnya (laporan keuangannya masih jelek).

“Tapi kan kita bisa untung lebih cepat pak dari saham gorengan”. Oke Anda sekali dua kali untung besar dari saham gorengan, kemudian Anda mulai kecanduan dan percaya deh pasti Anda akan kepeleset suatu saat nanti. Lagian, kalo makan gorengan terus gk baik buat kesehatan (okay, it’s a joke..).  

5.       Jangan membeli saham yang terlalu sering direkomendasikan di media, atau dipenuhi oleh banyak rumor
Pantangan ini sebenarnya berkaitan dengan pantangan membeli saham gorengan tadi. Saham-saham gorengan tadi biasanya sering diberitakan ataupun direkomendasikan di media, sehingga membuat investor makin “gatal” untuk membeli saham tersebut. Bisa jadi itu adalah rumor atau berita pesanan. Tidak semua berita atau informasi yang kita lihat di media itu benar adanya.

Jika Anda membeli sebuah saham karena rumor, di sini Anda tidak sedang berinvestasi, melainkan berspekulasi, apalagi jika Anda membeli tanpa mengecek fundamental dari saham yang bersangkutan. Hindarilah tindakan-tindakan spekulasi yang justru bisa membahayakan investasi Anda.

Lalu bagaimana cara memverifikasi apakah sebuah berita itu benar atau tidak? Anda bisa menghubungi corporate secretary perusahaan yang bersangkutan, atau Anda bisa mengecek nya di website perusahaan dan IDX secara langsung.


Mungkin Anda bertanya, “Memangnya kalau kita tetap menjalankan kelima hal tadi apakah akan langsung kejadian hal-hal jelek yang disebutkan di atas?” Well, enggak juga. Sekali dua kali Anda mungkin belum mengalaminya, sehingga makin lama anda makin berani, dan saat keserakahan mulai menguasai Anda, di sini lah Anda akan mulai sulit untuk melepaskannya dan terjadilah hal-hal yang disebutkan di atas. Saya pernah mengalami hal ini, dan saya tidak mau hal ini terjadi kepada Anda.

Senin, 13 Februari 2017

Pilih Kesederhanaan, Bukan Kompleksitas

Artikel ini akan membahas salah satu prinsip investasi Warren Buffett : Berinvestasilah di bisnis yang sederhana. Well, saya akan memberikan ilustrasi mengenai memilih bisnis bagaimana kita memilih pasangan hidup (suami / istri). Katakan lah saat ini Anda sedang didekati oleh dua calon pasangan hidup Anda.

Calon pertama :
Calon pertama ini sebenarnya sangat royal. Satu saat bisa saja dia mentraktir Anda di restoran mewah atau membelikan hadiah yang mahal untuk Anda. Namun di saat yang berbeda, tiba-tiba dia bilang kepada Anda, “saat ini kita jangan makan di restoran mewah dulu yah” atau “aku lagi tidak bisa memberikan hadiah nih”. Anda jadi penasaran, apa sih pekerjaannya? Ternyata setelah Anda teliti, calon pertama ini pekerjaannya kompleks sekali, sehingga sewaktu-waktu dia bisa mendapatkan uang dalam jumlah banyak. Namun di saat yang lain, bisa saja bisnis nya menjadi seret dan berisiko tinggi untuk tidak mendapatkan penghasilan di saat tertentu.

Calon kedua :
Calon kedua ini orangnya sederhana. Namun anda tahu dengan jelas pekerjaannya dan sumber pendapatannya. Seiring berjalannya waktu, pekerjaan atau usaha nya makin berkembang. Penghasilannya juga ikut naik. Dan seiring penghasilannya meningkat, dia bisa membelikan hadiah mulai dari yang sederhana sampai ke yang lebih mewah. Seiring penghasilannya meningkat, Anda juga ikut untuk menikmatinya. Risiko untuk dia tidak mendapatkan penghasilan juga sangat minimum.

Jika saya menjadi Anda, saya akan memilih calon yang kedua. Mengapa? Karena di calon pertama, kita saja sebagai calon pasangan hidupnya tidak tahu dengan jelas sumber pendapatannya dari mana. Kita jadi khawatir dan pastinya jadi takut untuk melangkah lebih jauh. Sedangkan di calon kedua, kita akan jauh lebih tenang sebagai calon pasangan hidupnya, karena kita tahu dengan jelas pekerjaan atau usahanya apa, dari mana sumber pendapatannya. Kita akan lebih tenang untuk melangkah lebih jauh bersamanya.
  
Pada saat berinvestasi juga sama. Warren Buffett hanya akan berinvestasi pada bisnis-bisnis yang mudah dipahami, solid, dan bertahan lama yang penyebab kesuksesannya dapat dijelaskan dengan sederhana, dan dia tidak pernah berinvestasi pada bisnis rumit yang dia tidak pahami. Filosofi tersebut tidak memerlukan kemampuan matematis yang rumit, latar belakang pendidikan finansial, atau pengetahuan mengenai perekonomian atau pasar saham akan berlangsung di masa yang akan datang. Bahkan, kompleksitas justru sering kali merugikan Anda. Sebuah pelajaran penting yang dipetik Buffett dari gurunya, Benjamin Graham, adalah Anda tidak harus “melakukan hal yang luar biasa untuk mendapatkan hasil yang luar biasa”.


Berinvestasilah di bisnis yang simple dan sederhana

Belilah saham dari perusahaan yang business model nya jelas, sederhana, dan sustainable atau bertahan jangka panjang. Hindari perusahaan yang business model nya kompleks. Bagaimana cara mengetahui perusahaan mana yang business model nya jelas dan sederhana? Gampang. Anda pasti sering makan mie instan kan (INDF)? Atau Anda pasti sering melakukan transaksi di ATM (BBCA, BMRI, BBRI, etc), menggunakan jalan tol (JSMR, CMNP), memakai pulsa HP untuk berkomunikasi (TLKM, EXCL, ISAT), atau menggunakan kendaraan yang banyak dijumpai di jalanan (ASII). Lihatlah produk apa yang banyak di sekeliling Anda, kemudian cari apakah perusahaan yang memproduksi barang tersebut terdaftar di Bursa Efek Indonesia? Jika jawabannya iya, maka Anda bisa berinvestasi di perusahaan tersebut, namun pelajari terlebih dahulu laporan keuangannya.

Selalu pertahankan kesederhanaan. Jangan membuat investasi menjadi seolah-olah sesuatu yang sulit. Tentukan sendiri keputusan investasi Anda. Berhati-hatilah terhadap pialang saham yang secara agresif membujuk Anda untuk bertransaksi saham dalam frekuensi tinggi hanya demi mempertebal komisi yang akan mereka dapat, karena jika demikian, jelas bahwa mereka bukan pihak yang mengutamakan kepentingan Anda.